Sirah Dalam Ayat 217-218 Al Baqarah
(article is taken from Ustaz Md Noor Blog http://takwinfardilmuslim.blogspot.com )
Maksud ayat :
“Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan haram. Katakanlah: "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi manusia dari jalan Allah, kafir kepada Allah, menghalangi orang masuk Masjidil Haram dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar dosanya di sisi Allah dan berbuat fitnah lebih besar dosanya dari pada membunuh. Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka dapat mengembalikan kamu dari agamamu kepada kekafiran, seandainya mereka sanggup. Barang siapa yang murtad diantara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.."
Di kalangan bangsa Arab semenjak zaman Nabi Ibrahim AS, sudah menjadi hal yang umum, di dalam empat bulan dalam setahun, perang adalah dilarang. Islam menerima tradisi dan kebiasaan baik itu dan melarang perang dalam empat bulan hijriyah qamariyah yaitu bulan Rajab, Dzul'Qa'dah, Dzul Hijjah dan Muharram. Adapun mengenai ayat ini di dalam sejarah disebutkan bahwa sebelum perang Badar, Rasul SAW mengirim satu pasukan berjumlah lapan orang dari muhajirin dipimpin oleh Abdullah b Jahsy , pergi ke perbatasan Mekkah untuk mencari-cari informasi tentang keadaan musuh. Di tengah perjalanan, mereka bertembung dengan kafilah Qurays yang mana salah seorang dari mereka adalah pemuka kafir. Iaitu Amru ibnu Hadhrami.
Para delegasi Rasul tadi walaupun menyedari bahwa mereka sedang berada di penghujung bulan haram ( Rejab ), bertindak menyerang orang-orang kafir tersebut dan membunuh si pemuka kafir tadi. Kemudian mereka membawa pampasan perang dan dua orang tawanan ke sisi Rasul. Rasul SAW marah dengan tindakan mereka itu dan bersabda: "Aku tidak memerintahkan kalian untuk menyerang mereka, tambahan di bulan haram, maka dari itu, Rasul SAW tidak mau menerima pampasan perang dan tawanan yang mereka bawa. Dan Muslimin yang lainpun mencela tindakan mereka. Pihak musuh mengeksploitasi dari peluang ini dan membuat propaganda bahwa ‘ Muhammad menghalalkan perang dan penumpahan darah serta penawanan di bulan-bulan haram’ dan mendukung Muslimin untuk melakukan tindakan ini.
Di balik propaganda musuh, ayat ini selanjutnya turun, dan mengingatkan noktah penting ini, bahwa biar pun perang di bulan haram adalah perbuatan terlarang dan dosa, namun tindakan itu berlangsung tanpa keizinan Rasul SAW dan keadaan itu terlalu kritikal bagi pemimpin Muslimin, sementara gangguan dan siksaan terhadap Muslimin oleh orang-orang Kafir dan pengusiran mereka dari rumah serta penutupan rumah Allah terhadap kaum Muslimin bukan saja beberapa bulan melainkan berlaku berterus-terusan sepanjang tahun. Selanjutnya ayat tadi mengingatkan Muslimin agar berwaspada dan janganlah berpikir bahwa mereka akan melepaskan golongan Muslimin, melainkan mereka itu terus berupaya untuk menjauhkan Muslimin dari Islam dan perjuangannya. Maka ketahuilah bahwa barang siapa yang melepaskan imannya, maka kehidupannya di dunia akan binasa, demikian juga di akhirat nanti, akan berada di barisan orang-orang Jahannam. Dari sudut yang lain, disebabkan Abdullah bin Jahsy dan pasukannya adalah bertindak dengan ikhlas kerana Allah dan mereka juga berhijrah dan berjihad juga keranaNya, bukan untuk tujuan duniawi, maka Allah SWT mengampuni dosa-dosa mereka dan turunlah ayat 218 yang menyatakan bahwa mereka itu telah diampuni dan dirahmati Allah SWT.
Dari dua ayat ini, dapat diambil pengajaran:
1. Hendaknya kita senantiasa berwaspada dengan tindak-tanduk kita, supaya musuh tidak dapat mengeksploitasikan kesalahan kita sebagai alasan.
2.Dalam menghukum kita harus berdasarkan realisti, bukannya melihat persoalan dari sisi lahiriyahnya saja, kita harus melihat akar persoalan, bukannya ranting dan daunnya. Seorang yang berniat melakukan tindakan makar dan fitnah, pada dzahirnya, ia tidak membunuh seseorang, akan tetapi, fitnahnya tadi seringkali membangkitkan pertikaian berdarah dan akhirnya konflik berdarah antara kelompok. Oleh karena itulah, Al-Quran menyatakan bahwa bahaya fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan.
3.Qiyadah mestilah sentiasa peka dan bijaksana dalam mengambil tindakan terutama bila mana berdepan dengan keadaan yang kritikal.
4.Iman dan keikhlasan mestilah mendasari kerja-kerja jihad agar Allah SWT akan memayungi segala tindakan jihad dalam rahmat dan inayahNya.
5.Peristiwa yang menjadi latarbelakang ayat ini memberi satu tasawwur betapa sirah perjuangan Islam memerlukan gerakan intelligence mendasari gerakkerja jihad dan perjuangannya.
No comments:
Post a Comment